Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan efek samping ganggguan mental organik
(GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berprilaku.
Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf
pusat. Karena sifat adiktif alkohol itu, orang yang meminumnya
lama-kelamaan tanpa sadar akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis
keracunan atau mabuk.
Mereka yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku,
seperti misalnya ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan
lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggu fungsi sosialnya, dan
terganggu pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti cara
berjalan yang tidak mantap, muka merah, atau mata juling. Perubahan
psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah tersinggung, bicara
ngawur, atau kehilangan konsentrasi.
Efek samping terlalu banyak minuman beralkohol juga menumpulkan
sistem kekebalan tubuh. Alkoholik kronis membuat jauh lebih rentan
terhadap virus termasuk HIV.
Mereka yang sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang disebut sindrom putus alkohol,
yaitu rasa takut diberhentikan minum alkohol. Mereka akan sering
gemetar dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung, dan banyak
berhalusinasi.
[sunting] Perijinan Minuman Beralkohol
Di Indonesia, minuman beralkohol yang diimpor diawasi peredarannya
oleh negara. Dalam hal ini diamanatkan kepada Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai (DJBC), Departemen Keuangan. Dalam istilah Kepabeanan dan
Cukai; minuman beralkohol disebut sebagai MMEA (Minuman Mengandung Ethyl
Alkohol). Impor/ pemasukan MMEA dari luar negeri dilakukan khusus oleh
importir khusus. Di samping MMEA Impor, Bea Cukai juga memiliki
kewenangan untuk mengontrol secara penuh pendirian pabrik MMEA dalam
negeri. Setiap badan usaha yang hendak memproduksi MMEA, maka ia wajib
memiliki NPPBKC (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai).